Minggu, 10 Juni 2012

membuat roket


CARA MEMBUAT ROKET MINI SEDERHANA

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjp1qphMvsMh5ALuxXBKkdHHbn9dnvMxX0ONlb07OI5QuPlezYGjoEONGb3yOflKoLB8u3AZJn7KosAQ1az5SNckvqXWI5jYSHSzxFOL70nNm89lPE1D2pbmuo6RC6DRB-7LX4q1E0ZPjvb/s320/FKX7JQ9FPQL8HKB.MEDIUM.jpg  BAHAN YANG DIPERLUKAN :

1. Alumunium foil.
2. Kotak korek kayu + batang korek kayu.
3. Penjepit kertas (paper clip).
4. Jarum atau segala apapun yang lurus pokoknya.
5. Gunting.

ALAT YANG DIPERLUKAN :

1. Gunting.
2. pisau.
3. korek gas.
  CARA MENGERJAKAN :

1. Gunting alumunium foil dengan lebar 8 cm x 3 cm.
2. Potong bagian kepala dari batang korek kayu memakai pisau dan letakkan di atas alumunium foil.
3. Gulung bagian ujung kiri alumunium foil sehingga membentuk tabung dengan bagian kepala korek kayu di
tengahnya. Ingat membentuk tabung, jangan ditekan alumunium foilnya.
4. Ambil dan luruskan paper clip. Kemudian ujung paper clip tersebut masukkan ke dalam lubang tabung
alumunium foil tadi sehingga menyentuh kepala batang korek api. Ingat jangan menyentuh alumunium tapi kepala korek kayu ya.
5. Nah sekarang baru tekan si alumunium sampai rapat.
6. Gulung lagi alumunium foil 2-3 kali, kemudian sobek sisanya.
7. Si ujung alumunium yang dekat paper clip diputar sampai erat, dan si ujung alumunium yang dekat korek kayu diputar kemudian digunting.
8. Lepaskan paper clip terus masukkan jarum pada lubang bekas paper clip tadi.
9. Selesai deh roket sederhananya, yang kita perlukan sekarang ialah landasannya.
10. Landasannya bisa dari bungkus korek kayu atau sisa alumunium foil.
11. Usahakan agar si roket membentuk sudut 45 derajat.
12. Nyalakan roketnya memakai korek gas.
13. Maka terbanglah si roket mini ke angkasa. (Ga juga sih palingan cuma 8-10 meter dah turun lagi deh).

Sabtu, 31 Maret 2012

pesawat tempur F_-16

Pesawat Tempur F-16 Hibah Terbaik di Kelasnya
Headline
Pengamat dirgantara Dudi Sudibyo - foto: istimewa

Senin, 26 Maret 2012

Teori metoda habiie tentang hukum keretakan crack

Teori, Faktor dan Metode Habibie (Teknologi Pesawat Terbang)

Oleh : BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Kulit luarnya bisa saja terlihat halus mulus tanpa cacat. Tapi siapa tahu, sisi dalamnya keropos. Ketidakpastian inilah yang dihadapi industri pesawat terbang sampai 40 tahun lalu. Pemakai dan produsen sama-sama tidak tahu persis, sejauh mana bodi pesawat terbang masih andal dioperasikan. Akibatnya memang bisa fatal. Pada awal 1960-an, musibah pesawat terbang masih sering terjadi karena kerusakan konstruksi yang tak terdeteksi. Kelelahan (fatique) pada bodi masih sulit dideteksi dengan keterbatasan perkakas. Belum ada pemindai dengan sensor laser yang didukung unit pengolah data komputer, untuk mengatasi persoalan rawan ini.
Titik rawan kelelahan ini biasanya pada sambungan antara sayap dan badan pesawat terbang atau antara sayap dan dudukan mesin. Elemen inilah yang mengalami guncangan keras dan terus-menerus, baik ketika tubuhnya lepas landas maupun mendarat. Ketika lepas landas, sambungannya menerima tekanan udara (uplift) yang besar. Ketika menyentuh landasan, bagian ini pula yang menanggung empasan tubuh pesawat. Kelelahan logam pun terjadi, dan itu awal dari keretakan (crack).
Titik rambat, yang kadang mulai dari ukuran 0,005 milimeter itu terus merambat. Semakin hari kian memanjang dan bercabang-cabang. Kalau tidak terdeteksi, taruhannya mahal, karena sayap bisa sontak patah saat pesawat tinggal landas. Dunia penerbangan tentu amat peduli, apalagi saat itu pula mesin-mesin pesawat mulai berganti dari propeller ke jet. Potensi fatique makin besar.
Pada saat itulah muncul anak muda jenius yang mencoba menawarkan solusi. Usianya baru 32 tahun. Postur tubuhnya kecil namun pembawaannya sangat enerjik. Dialah Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie, laki-laki kelahiran Pare-pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936.
Habibie-lah yang kemudian menemukan bagaimana rambatan titik crack itu bekerja. Perhitungannya sungguh rinci, sampai pada hitungan atomnya. Oleh dunia penerbangan, teori Habibie ini lantas dinamakan crack progression. Dari sinilah Habibie mendapat julukan sebagai Mr. Crack. Tentunya teori ini membuat pesawat lebih aman. Tidak saja bisa menghindari risiko pesawat jatuh, tetapi juga membuat pemeliharaannya lebih mudah dan murah.
Sebelum titik crack bisa dideteksi secara dini, para insinyur mengantispasi kemungkinan muncul keretakan konstruksi dengan cara meninggikan faktor keselamatannya (SF). Caranya, meningkatkan kekuatan bahan konstruksi jauh di atas angka kebutuhan teoritisnya. Akibatnya, material yang diperlukan lebih berat. Untuk pesawat terbang, material aluminium dikombinasikan dengan baja. Namun setelah titik crack bisa dihitung maka derajat SF bisa diturunkan. Misalnya dengan memilih campuran material sayap dan badan pesawat yang lebih ringan. Porsi baja dikurangi, aluminium makin dominan dalam bodi pesawat terbang. Dalam dunia penerbangan, terobosan ini tersohor dengan sebutan Faktor Habibie.
Faktor Habibie bisa meringankan operating empty weight (bobot pesawat tanpa berat penumpang dan bahan bakar) hingga 10% dari bobot sebelumnya. Bahkan angka penurunan ini bisa mencapai 25% setelah Habibie menyusupkan material komposit ke dalam tubuh pesawat. Namun pengurangan berat ini tak membuat maksimum take off weight-nya (total bobot pesawat ditambah penumpang dan bahan bakar) ikut merosot. Dengan begitu, secara umum daya angkut pesawat meningkat dan daya jelajahnya makin jauh. Sehingga secara ekonomi, kinerja pesawat bisa ditingkatkan.
Faktor Habibie ternyata juga berperan dalam pengembangan teknologi penggabungan bagian per bagian kerangka pesawat. Sehingga sambungan badan pesawat yang silinder dengan sisi sayap yang oval mampu menahan tekanan udara saat tubuh pesawat lepas landas. Begitu juga pada sambungan badan pesawat dengan landing gear jauh lebih kokoh, sehingga mampu menahan beban saat pesawat mendarat. Faktor mesin jet yang menjadi penambah potensi fatique menjadi turun.
Riwayat keilmuan Habibie dimulai ketika ia mendapat beasiswa dari pemerintah untuk belajar di Technische Hochschule Die Facultaet Fue Maschinenwesen, Aachen, Jerman, pada 1956. Selama setahun sebelumnya, Habibie tercatat sebagai mahasiswa ITB. Setelah mengantongi gelar diploma ingenieur jurusan konstruksi pesawat terbang, tahun 1960, sambil melanjutkan kuliahnya, ia menjadi asisten Riset Ilmu Pengetahuan Institut Konstruksi Ringan di kampusnya.
Otak Habibie makin kelihatan encer kala gelar doctor ingenieur-nya disabet dengan predikat suma cum laude pada 1965. Rata-rata nilai mata kuliahnya 10. Presatsi ini membuatnya dipercaya jadi Kepala Departemen Riset dan Pengembangan Analisis Struktur di Hamburger Flugzeugbau (HFB). Tugas utamanya adalah memecahkan persoalan kestabilan konstruksi bagian belakang pesawat Fokker 28. Luar biasa, hanya dalam kurun waktu enam bulan, masalah itu terpecahkan oleh Habibie.
Ia meraih kepercayaan lebih bergengsi, yakni mendesain utuh sebuah pesawat baru. Satu diantara buah karyanya adalah prototipe DO-31, pesawat baling-baling tetap pertama yang mampu tinggal landas dan mendarat secara vertikal, yang dikembangkan HFB bersama industri Donier. Rancangan ini lalu dibeli oleh Badan Penerbangan dan Luar Angkasa Amerika Serikat (NASA).
Habibie hanya sampai tahun 1969 saja di HFB, karena dilirik oleh Messerschmitt Boelkow Blohm Gmbh (MBB), industri pesawat terbesar yang bermarkas di Hamburg. Di tempat yang baru ini, karier Habibie meroket. Jabatan Vice President/Direktur Teknologi MBB disabetnya tahun 1974. Hanya Habibie-lah, orang diluar kebangsaan Jerman yang mampu menduduki posisi kedua tertinggi itu.
Di tempat ini pula Habibie menyusun rumusan asli di bidang termodinamika, konstruksi ringan, aerodinamika dan crack progression. Dalam literatur ilmu penerbangan, temuan-temuan Habibie ini lantas dikenal dengan nama Teori Habibie, Faktor Habibie dan Metode Habibie. Paten dari semua temuan itu telah diakui dan dipakai oleh dunia penerbangan internasional.
Pesawat Airbus A-300 yang diproduksi konsorsium Eropa (European Aeronautic Defence and Space) tak lepas dari sentuhan Habibie. Maklumlah dalam konsorsium ini tergabung Daimler, produsen Mercedes-Benz yang mengakuisisi MBB. Sehingga Habibie berhak atas royalti dari teknologi yang dipakai dalam kendaraan udara berbadan lebar itu. Selain dari Airbus, Habibie juga mendapat royalti dari produsen-produsen roket di banyak negara, yang banyak menggunakan teknologi konstruksi ringannya.
Tahun 1978, Habibie dipanggil pulang ke Tanah Air oleh Presiden Soeharto dan sejak itu kemudian berkiprah dalam upaya pengembangan teknologi kedirgantaraan di Indonesia, Hasilnya antara lain pesawat terbang pertama buatan Indonesia CN-235 dan N-250.
Prestasi keilmuan Habibie mendapat pengakuan di dunia internasional. Ia menjadi anggota kehormatan berbagai lembaga di bidang dirgantara. Antara lain di Gesselschaft fuer Luft und Raumfahrt (Lembaga Penerbangan dan Angkasa Luar) Jerman, The Royal Aeronautical Society London (Inggris), The Royal Swedish Academy of Engineering Sciences (Swedia), The Academie Nationale de l’Air et de l’Espace (Prancis) dan The US Academy of Engineering (Amerika Serikat). Sedangkan dalam bentuk penghargaan, Habibie menerima Award von Karman (1992) yang di bidang kedirgantaraan boleh dibilang gengsinya hampir setara dengan Hadiah Nobel. Dan dua tahun kemudian menerima penghargaan yang tak kalah bergengsi, yakni Edward Warner Award. (Hidayat Gunadi, Hatim Ilwan)
Sumber: Majalah Gatra Ed. Khusus, Agustus 2004).

Senin, 19 Maret 2012

jenis jenis pesawat tempur

JENIS-JENIS PESAWAT TEMPUR SHUKOI RUSIA
-
1a. Shukoi Su-27UB
-
1b. Shukoi Su-27UB
-
1c. Shukoi Su-27UB
-
1d. Shukoi Su-27UB
-
2a. Shukoi Su-27P
-
2b. Shukoi Su-27P
-
2c. Shukoi Su-27P
-
3. Shukoi Su-25
-
4a. Shukoi Su-34
-
4b. Shukoi Su-34
-4c. Shukoi Su-34
-
5. Shukoi Su-35
-
6a. Shukoi Su-47 Bekrut
-
6b. Shukoi Su-47 Bekrut
-
7. Shukoi Su-24M-2 Fencer

Kamis, 15 Maret 2012

the struktur

I have finally got my Frenzy rebuild after last crash. As you can see it is a very long time ago the last crash, long story short i had to wait for parts and i did have some motivation issues, but now i am back in the game, just need to make some governor setup and some weather over -10 degrees.
The reason for the crash, i found the my old tail blades was at 8 grams and the tail blade holder was not made for 8 grams tail blades, apparently. Not the best design my Frenzy TT, but if you don’t use 8 grams tailblades you will be just fine.
And some nice new pictures
IMG_3378.CR2.jpgIMG_3379.CR2.jpgIMG_3380.CR2.jpgIMG_3381.CR2.jpg

Revolectrix Powerlab 8 Review

Posted on January 11th, 201

pesawat jatuh

PESAWAT TERBANG HERCULES C-130 DAN DAFTAR KECELAKAANNYA
-
H 1
-
Lockheed C-130 Hercules adalah sebuah pesawat terbang bermesin 4 turboprop dan dikenal sebagai pesawat udara pengangkut militer di banyak bagian dunia. Mampu mendarat dan lepas landas dari landasan pacu (runway) yang pendek atau tidak disiapkan. Awalnya dia adalah sebuah pesawat pengangkut pasukan tentara dan pesawat kargo (barang), namun sekarang ini juga digunakan untuk berbagai macam peran, antara lain sebagai pengangkut pasukan tempur (infantri), pengamatan cuaca, pengisian bahan bakar di udara, pemadam kebakaran udara, dan ambulans udara.
-
Pesawat Hercules ini mulai dikembangkan pada awal tahun 1950 oleh pabrik pesawat terbang Lockheed untuk menunjang alat pengangkut taktis bagi Angkatan Udara AS (USAF). Dua prototipe pertama diterbangkan pada pada tanggal 23 Agustus 1954, produksi pertama Hercules C-130A diterbangkan pada 7 April 1955 dan mulai diserahkan ke Angkatan Udara AS pada bulan Desember 1956.
-
Sekarang sudah ada lebih dari 70 model Hercules untuk berbagai macam penggunaan, termasuk beberapa model yang bersenjata, dan digunakan di lebih dari 50 negara. Hercules telah melayani lebih dari 50 tahun. Jenis pesawat Hercules yang terakhir diproduksi adalah jenis C-130J yang mulai dipergunakan pada tahun 1998.
-
Keluarga C-130 Hercules telah menciptakan rekor yang bagus atas kehandalan dan daya tahannya, berpartisipasi dalam militer, sipil, dan bantuan kemanusiaan. Namun pesawat Hercules tak terlepas dari banyak kecelakaan fatal di beberapa negara pengguna, termasuk di Indonesia yang juga sebagai pemakai Hercules CJ-130.
-